APAKAH 212 AKSI POLITIK AGAMA YANG MASIH MENGHANTUI SISTEM DEMOKRASI INDONESIA

APAKAH 212 AKSI POLITIK AGAMA YANG MASIH MENGHANTUI SISTEM DEMOKRASI INDONESIA
Sektarianisme menjulang besar selama pemilihan umum 2019, dengan kelompok-kelompok Islam di belakang jatuhnya mantan gubernur Jakarta Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama menyerukan umat Islam untuk memilih menentang kandidat presiden dan partai politik yang mendukung pemerintah Cina pertama dan kedua Kristen.

Dalam sebuah reli besar yang menunjukkan pengaruh yang semakin besar dari para Islamis dalam politik Indonesia, ratusan ribu Muslim konservatif berbondong-bondong ke Monumen Nasional (Monas) di Jakarta pada hari Minggu untuk memperingati ulang tahun kedua dari reli anti-Ahok 2016 yang mengarah pada penjara untuk penodaan agama.

Ahok, sekutu dekat dan wakil Presiden Joko "Jokowi" Widodo ketika yang terakhir menjabat sebagai gubernur Jakarta, dinyatakan bersalah menghina Al-Qur'an dalam kasus penistaan ​​agama yang secara luas dikutuk sebagai cacat dan bermuatan politis.

Demonstrasi, yang diselenggarakan oleh sebuah kelompok yang menamakan dirinya 212 Alumni Rally, ditagih sebagai reuni bagi mereka yang berpartisipasi dalam protes 2016, meskipun dengan cepat berubah menjadi panggung politik bagi para pemimpin oposisi dan pengkritik keras pemerintahan Jokowi.

Selain menyerukan umat Islam untuk memboikot kandidat yang didukung oleh partai politik yang telah mendukung Ahok, mereka juga mendukung gerakan anti-Jokowi yang membawa moniker # 2019GantiPresiden (2019ChangePresident).

Para pengunjuk rasa membawa ribuan bendera berbagai warna yang mengandung keyakinan Islam "Tidak ada Tuhan selain Allah", juga dikenal sebagai tauhid, dan slogan-slogan yang dinyanyikan untuk membela bendera, yang mereka sebut spanduk Nabi.

Bendera tampaknya telah berfungsi sebagai simbol pemersatu bagi berbagai kelompok Islamis yang bergabung dengan gerakan 212 di tengah kontroversi seputar pembakaran satu oleh anggota Banser, kelompok paramiliter di bawah sayap pemuda Nahdlatul Ulama, GP Anshor, yang dianggap pro-Jokowi.

Sebuah laporan yang dirilis pada April 2018 oleh Institut Analisis Kebijakan Konflik (IPAC) menyoroti fraktur dalam Gerakan 212 setelah keyakinan Ahok, tetapi para analis mengatakan pemilu mendatang mungkin terbukti menjadi faktor pemersatu di antara simpatisan gerakan politik-agama.

Ketua Partai Gerindra, Prabowo Subianto, yang menantang Jokowi dalam pemilihan presiden untuk kedua kalinya, tampil singkat di rapat umum bersama Gubernur Jakarta Anies Baswedan, yang mengalahkan Ahok dalam pemilihan regional 2017.

Politisi koalisi oposisi lainnya juga hadir, termasuk pendirian Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Pembicara Zulkifli Hasan dan wakil ketua Gerindra dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon.

Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada panitia karena telah mengundang saya hari ini. Saya bangga melihat jutaan orang Indonesia, jutaan Muslim, berkumpul di sini dengan damai, kata Prabowo dalam pidatonya di rapat umum. Saya bangga menjadi Muslim Indonesia.

Jokowi, yang tampil pada reli tahun 2016, tidak diundang ke acara terbaru ini dan bukan pula pasangannya dan Ketua Majelis Ulama Indonesia Ma'ruf Amin, yang pernah menjadi tokoh berpengaruh di antara 212 aktivis.

Ma'ruf sebelumnya telah menandatangani sebuah fatwa yang menyatakan bahwa komentar Ahok adalah penghujatan, yang dianggap sebagai pemicu untuk unjuk rasa tahun 2016.

Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab mengambil bagian dalam reli melalui panggilan telepon dari Arab Saudi, di mana dia tinggal. Dia meminta pendukungnya untuk melanjutkan perang melawan Ahok selama pemilihan presiden dan legislatif 2019.

Selama pemilihan 2019, adalah haram bagi kami untuk memilih calon presiden dan legislatif yang didukung oleh partai-partai yang mendukung penghujat, katanya, mengacu pada Ahok. Mari kita memilih calon presiden dan wakil presiden berdasarkan keputusan ijtima ulama [konsensus para ulama].

Prabowo telah direkomendasikan sebagai calon presiden pada pertemuan yang diselenggarakan oleh Gerakan Nasional untuk Melindungi Fatwa Ulama (GNPF) pada bulan Agustus, sementara semua pihak yang mendukung Ahok pada tahun 2017 sekarang mendukung Jokowi.

Anggota penelitian ISEAS-Yusof Ishak Institute Quinton Temby mengatakan pemilihan umum yang akan datang dan insiden pembakaran bendera berkontribusi pada skala reli hari Minggu. Saya pikir pemilihan yang mendekat memfokuskan pandangan dari konstituensi tertentu bahwa pemerintah dalam beberapa hal bertentangan dengan Islam, katanya kepada The Jakarta Post.

Ada rasa momentum pembangunan gerakan dan insiden kecil seperti pembakaran bendera di kota regional mengambil signifikansi nasional.
Axact

Axact

Vestibulum bibendum felis sit amet dolor auctor molestie. In dignissim eget nibh id dapibus. Fusce et suscipit orci. Aliquam sit amet urna lorem. Duis eu imperdiet nunc, non imperdiet libero.

Post A Comment:

0 comments: