PEDULI LINGKUNGAN DENGAN PEMBAGUNAN SISTEM ENERGI TERBARUKAN
PENGEMBANGAN ENERGI TERBARUKAN LEBIH BAIK BERSAHABAT |
Dari sudut pandang ekonomi makro, pengembangan energi terbarukan menciptakan lapangan kerja baru dan karenanya meningkatkan pertumbuhan. Bahkan, pekerjaan di industri energi terbarukan terus meningkat.
Energi terbarukan juga akan mengurangi ketergantungan kita selama beberapa dekade pada impor minyak mengingat pasar minyak global yang sangat bergejolak. Indonesia adalah rumah bagi berbagai sumber daya energi terbarukan, termasuk surya, angin, biomassa, panas bumi, energi hidro dan banyak lainnya, masing-masing berlimpah.
Alasan lain mengapa waktu telah tiba bagi kami untuk beralih ke terbarukan adalah menurunnya cadangan minyak negara. Statistik menunjukkan bahwa total cadangan minyak terbukti di Indonesia terus menurun dalam 10 tahun terakhir. Pada akhir 2016, cadangan minyak terbukti di Indonesia mencapai sekitar 3,31 miliar barel, turun dari 4,3 miliar barel pada 2009.
Batu bara, sumber energi utama negara lainnya, juga mulai habis. Berdasarkan data pemerintah, cadangan batubara diperkirakan akan berkurang antara 2033 dan 2036 dari tanda tahun 2014 sekitar 32,3 miliar ton.
Statistik yang lebih baik adalah cadangan gas alam Indonesia. Pada 2014, Indonesia memiliki cadangan gas alam terbesar ke 14 di dunia dengan 2.908 miliar meter kubik. Namun, tidak ada jaminan bahwa cadangan gas kami tidak akan turun dalam beberapa tahun ke depan karena eksplorasi di ladang-ladang raksasa tetap dalam keadaan limbo.
Pertanyaan klasiknya adalah: Mengapa begitu sulit bagi Indonesia untuk beralih ke energi terbarukan meskipun kekayaan sumber dayanya? Juga, mengapa negara itu mendorong kecanduannya terhadap minyak?
ENERGI TERBARUKAN SANGAT SEHAT UNTUK BUMI DAN KEHIDUPAN |
Karena Laporan Khusus dalam makalah hari ini mengungkap, pengembangan energi terbarukan di Indonesia terhambat oleh kebijakan pemerintah yang tidak konsisten yang masih menekankan keterjangkauan atas kebersihan. Subsidi energi terus melemahkan anggaran negara. Sementara itu, kurangnya transparansi bisnis dan prioritas yang salah menempatkan bahaya komitmen Indonesia untuk memangkas 29 persen emisi gas rumah kaca pada tahun 2030.
Angka-angka Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan bahwa perusahaan listrik negara PLN dan pengembang menandatangani 70 perjanjian pembelian tenaga listrik untuk proyek-proyek terbarukan senilai 1.214 megawatt tahun lalu. Namun, jumlah kesepakatan penjualan listrik jatuh jauh dari harapan PLN. Dari 64 proyek yang ditargetkan, hanya 46 yang direalisasikan.
Ternyata alasan di balik perkembangan energi terbarukan yang lamban di negara ini lebih bersifat politis daripada teknis. Sebagaimana dikatakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, prioritas utamanya adalah menyediakan listrik yang terjangkau bagi semua orang Indonesia. Kebijaksanaan ini menjelaskan mengapa program pembangkit listrik 35.000 MW yang ambisius pemerintah sangat bergantung pada energi kotor, seperti minyak dan batu bara.
Kecuali jika kebijakan-kebijakan yang didorong oleh politik Indonesia berubah, itu akan terus bergantung pada bahan bakar fosil. Ketika negara menyadari bahwa cadangannya habis, itu sudah terlambat.
Post A Comment:
0 comments: